Stockholm Syndrome Itu Apa

Stockholm Syndrome Itu Apa

Pengobatan Stockholm Syndrome

Penanganan untuk PTSD yang biasanya menggabungkan psikoterapi dan obat resep dapat mengatasi Stockholm syndrome. Psikoterapi akan membantu penderita Stockholm syndrome mengeluarkan isi hatinya. Terapis juga akan membantu pasien memahami beberapa hal seperti:

Psikiater juga bisa meresepkan obat untuk membantu pasien tidur dan mengurangi kecemasan atau gejala depresi. Obat ini dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dan membantunya untuk kembali melakukan aktivitas sehari-hari seperti sedia kala.

Apa itu stockholm syndrome?

Stockholm syndrome merupakan fenomena psikologis yang kerap terjadi pada korban penculikan atau penyanderaan. Dilansir Cleveland Clinic, stockholm syndrome merupakan respons psikologis yang muncul ketika korban berada dalam situasi yang sulit. Fenomena ini juga disebut bentuk pertahanan diri korban terhadap tindak kekerasan karena merasa lemah dan tidak berdaya dalam situasi tersebut.

Hal ini memungkinkan korban memiliki perasaan yang positif terhadap pelaku. Ada perubahan sikap yang melunak dan malah bersimpati kepada pelaku yang sudah melakukan tindak kejahatan. Kondisi ini bisa saja terjadi pada kasus kekerasan terhadap anak, pelatih dan atlet, hingga kekerasan dalam suatu hubungan.

Toxic Relationship

Orang yang mengalami hubungan toksik dapat mengembangkan keterikatan emosional dengan pelakunya.

Pelecehan seksual, fisik, dan emosional, serta inses, dapat berlangsung selama bertahun-tahun.

Selama waktu ini, seseorang dapat mengembangkan perasaan positif atau simpati untuk orang yang menyalahgunakannya.

Pelaku sering mengancam korbannya dengan menyakiti, bahkan akan menghabisi nyawanya. Korban mungkin mencoba untuk tidak membuat marah pelaku dengan menjadi patuh.

Pelaku juga dapat menunjukkan kebaikan yang dapat dianggap sebagai perasaan yang tulus.

Hal ini selanjutnya dapat membingungkan anak (korban) dan menyebabkan mereka tidak memahami sifat negatif positif dari hubungan tersebut.

Orang-orang yang diperdagangkan seringkali bergantung pada pelakunya untuk kebutuhan, seperti makanan dan air. Ketika pelaku memberikan itu, korban mungkin mulai mengembangkan perasaan positif terhadap pelakunya.

Mereka mungkin juga menolak bekerja sama dengan polisi karena takut akan pembalasan atau berpikir bahwa mereka harus melindungi pelaku kekerasan untuk melindungi diri mereka sendiri.

Pengobatan Stockholm Syndrome

Secara teknis, sindrom ini belum diakui sebagai kondisi psikologis, sehingga tidak ada bentuk pengobatan standar. Namun, seperti pengobatan untuk PTSD, pengobatan sindrom ini umumnya melibatkan upaya konseling ke psikiater dan bentuk terapi psikologis, salah satunya pemberian obat-obatan.

Gejala Stockholm Syndrome

Orang yang mengalami stockholm syndrome sering menunjukkan beberapa gejala khas yang mengarah pada hubungan emosional.

Nah, hubungan ini cenderung tidak biasa dengan pelaku kekerasan atau penculik mereka. Gejala utamanya meliputi:

Diagnosis Stockholm Syndrome

Meskipun American Psychiatric Association (APA) tidak secara resmi mengakui stockholm syndrome sebagai gangguan mental yang spesifik, perilaku dan respons sindrom ini mirip sekali dengan trauma psikologis yang ekstrem.

Tidak ada kriteria diagnostik khusus untuk kondisi ini. Sebab, penelitian tentang stockholm syndrome masih terbatas.

Namun, para profesional kesehatan mental mengenali bahwa perilaku yang muncul dalam situasi traumatis, seperti yang ada dalam stockholm syndrome, mirip dengan gejala gangguan stres pasca-trauma (PTSD) atau gangguan stres akut.

Oleh karena itu, diagnosis untuk stockholm syndrome sering mengacu pada evaluasi gejala PTSD dan reaksi trauma lainnya.

Faktor Risiko Stockholm Syndrome

Beberapa faktor yang berpotensi menempatkan seseorang mengalami kondisi Stockholm Syndrome antara lain:

Orang yang menjalani hubungan toksik cukup berpotensi mengembangkan keterikatan emosional dengan pelakunya. Pelecehan seksual, fisik, dan emosional, serta inses, dapat dialami selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, korban dapat mengembangkan perasaan positif atau simpati dalam dirinya untuk pelaku.

Pelaku kerap kali mengancam korbannya dengan cara menyakiti, bahkan tidak sungkan-sungkan menghabisi nyawanya. Korban mungkin mencoba mematuhi pelaku agar tidak menyulut emosi pelaku.

Pelaku juga dapat memperlihatkan kebaikan yang bisa dianggap sebagai perasaan yang tulus. Hal ini kemudian berpoetnsi membingungkan anak (korban) dan mengakibatkan mereka tidak memahami sifat negatif positif dari hubungan tersebut.

Orang-orang yang diperdagangkan kerapkali bergantung pada pelakunya untuk kebutuhan, seperti makanan dan air. Ketika pelaku memberikan hal tersebut, korban mungkin mulai mengembangkan perasaan positif terhadap pelakunya.

Mereka bisa jadi juga menolak bekerja sama dengan polisi karena khawatir akan terjadi pembalasan atau berpikir bahwa mereka harus melindungi pelaku kekerasan agar diri mereka sendiri tetap aman.

Salah satu cara untuk membangun keterampilan dalam berelasi adalah terlibat dalam olahraga. Sayangnya, beberapa dari hubungan yang terbangun melalui pembinaan olahraga selalu berakhir negatif.

Teknik pelatihan yang keras berpotensi menjadi kasar. Atlet mungkin mengatakan pada diri mereka sendiri bahwa perilaku pelatih mereka sebagai bentuk kebaikan mereka sendiri. Hal inilah yang pada akhirnya akan menjadi bentuk sindrom Stockholm.

Bagaimana Mencegah Stockholm Syndrome?

Sayangnya, pencegahan sindrom ini tidak dapat dilakukan. Apalagi sindrom ini dapat dikatakan langka dan kurang bisa didiagnosis secara pasti. Sindrom Stockholm ini tidak terbatas hanya dialami oleh korban penculikan, tetapi juga orang-orang yang mengalami pelecehan fisik dan mental.

Demikianlah ulasan tentang apa itu stockholm syndrome, semoga penjelasan di atas bermanfaat.

Ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Kalo kamu mau tahu informasi menarik lainnya, jangan ketinggalan pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya! Bikin Paham, Bikin Nyaman…

Gejala Stockholm Syndrome

Orang yang mengalami stockholm syndrome sering menunjukkan beberapa gejala khas yang mengarah pada hubungan emosional.

Nah, hubungan ini cenderung tidak biasa dengan pelaku kekerasan atau penculik mereka. Gejala utamanya meliputi:

Cara Mendiagnosis Stockholm Syndrome

American Psychiatric Association tidak secara resmi mengakui atau memasukkan sindrom ini sebagai suatu kondisi penyakit atau gangguan kesehatan mental tertentu.  Hal ini dikarenakan belum ada penelitian pasti terkait kondisi ini.

Namun, semua penyedia layanan kesehatan memahami perilaku yang dihasilkan dari situasi traumatis. Kriteria untuk PTSD atau gangguan stres akut dan beberapa perawatan kerapkali serupa dengan sindrom stockholm.