Tips Mengelola Limbah B3
Pengelolaan limbah B3 yang baik sangat penting untuk melindungi lingkungan dan kesehatan manusia. Berikut adalah beberapa tips yang dapat dilakukan:
Tip 1: Kurangi Produksi Limbah B3 Minimalkan penggunaan bahan berbahaya dalam proses produksi dan gunakan teknologi yang ramah lingkungan.
Tip 2: Pisahkan Limbah B3 dari Limbah Biasa Pisahkan limbah B3 dari limbah biasa untuk mencegah kontaminasi.
Tip 3: Gunakan Kemasan yang Sesuai Gunakan kemasan yang kuat dan sesuai untuk menyimpan dan mengangkut limbah B3.
Tip 4: Bekerja Sama dengan Pengelola Limbah B3 Manfaatkan jasa pengelola limbah B3 yang memiliki izin dan reputasi baik.
Tip 5: Lakukan Pelatihan Penanganan Limbah B3 Berikan pelatihan kepada karyawan tentang penanganan limbah B3 yang aman dan sesuai prosedur.
Tip 6: Lakukan Inspeksi Berkala Lakukan inspeksi berkala pada tempat penyimpanan dan pengolahan limbah B3 untuk memastikan kepatuhan pada peraturan.
Tip 7: Daur Ulang Limbah B3 bila Memungkinkan Daur ulang limbah B3 dapat mengurangi pencemaran lingkungan dan menghemat sumber daya.
Tip 8: Tingkatkan Kesadaran Masyarakat Tingkatkan kesadaran masyarakat tentang limbah B3 dan pentingnya pengelolaan yang baik.
Dengan mengikuti tips ini, kita dapat berkontribusi pada pengelolaan limbah B3 yang aman dan bertanggung jawab. Pengelolaan limbah B3 yang baik akan menjaga kelestarian lingkungan dan melindungi kesehatan masyarakat.
Bagian berikutnya akan membahas tentang teknik pengelolaan limbah B3 secara lebih mendalam, termasuk metode pengolahan dan pembuangan akhir.
Limbah B3 merupakan limbah berbahaya yang mengandung zat-zat beracun dan dapat membahayakan lingkungan serta kesehatan manusia. Pengelolaan limbah B3 sangat penting untuk meminimalisir dampak negatif tersebut. Artikel ini telah membahas berbagai jenis zat berbahaya yang terkandung dalam limbah B3, serta teknik pengelolaannya.
Salah satu temuan penting dalam artikel ini adalah bahwa limbah B3 tidak mengandung zat-zat yang mudah terurai secara alami. Oleh karena itu, pengelolaan limbah B3 harus dilakukan secara khusus untuk mencegah pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. Selain itu, artikel ini juga menyoroti pentingnya peran masyarakat dalam pengelolaan limbah B3, mulai dari pemilahan hingga pengawasan terhadap pengelolaan limbah B3 oleh pihak berwenang.
Pengelolaan limbah B3 merupakan tanggung jawab bersama, baik bagi pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat. Kita semua memiliki peran untuk memastikan bahwa limbah B3 dikelola dengan baik dan tidak membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia.
Pertanyaan Umum tentang Limbah B3
Bagian ini berisi daftar pertanyaan umum dan jawabannya tentang limbah B3, termasuk definisi, jenis, pengelolaan, dan dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.
Pertanyaan 1: Apa yang dimaksud dengan limbah B3?
Jawaban: Limbah B3 adalah limbah yang mengandung zat berbahaya dan beracun yang dapat membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia.
Pertanyaan 2: Apa saja jenis-jenis limbah B3?
Jawaban: Limbah B3 terdiri dari berbagai jenis, antara lain limbah industri, limbah medis, limbah elektronik, dan limbah pertanian.
Pertanyaan 3: Bagaimana cara mengelola limbah B3 dengan baik?
Jawaban: Limbah B3 harus dikelola secara khusus sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan.
Pertanyaan 4: Apa saja dampak limbah B3 terhadap lingkungan?
Jawaban: Limbah B3 dapat mencemari tanah, air, dan udara, serta mengganggu keseimbangan ekosistem.
Pertanyaan 5: Apa saja dampak limbah B3 terhadap kesehatan manusia?
Jawaban: Limbah B3 dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, seperti kanker, gangguan pernapasan, dan kerusakan organ.
Pertanyaan 6: Apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi limbah B3?
Jawaban: Kita dapat mengurangi limbah B3 dengan menerapkan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), serta menggunakan produk ramah lingkungan.
Dengan memahami pertanyaan umum ini, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami tentang limbah B3 dan peranannya dalam menjaga lingkungan dan kesehatan manusia. Selanjutnya, kita akan membahas lebih dalam tentang pengelolaan limbah B3, termasuk teknik pengolahan dan pembuangan akhir.
Limbah B3 Adalah Limbah yang Mengandung Zat-Zat Berikut Kecuali
Limbah B3 mengandung berbagai zat berbahaya yang dapat berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Memahami jenis-jenis zat ini sangat penting untuk penanganan limbah B3 yang efektif.
Zat-zat berbahaya ini dapat ditemukan dalam berbagai bentuk, seperti cairan, padat, atau gas. Penanganan limbah B3 yang tidak tepat dapat menyebabkan pencemaran tanah, air, dan udara, serta gangguan kesehatan bagi manusia dan ekosistem. Oleh karena itu, pengelolaan limbah B3 yang tepat sangat penting untuk melindungi lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Logam berat merupakan salah satu jenis zat berbahaya yang umum ditemukan dalam limbah B3. Logam berat memiliki sifat beracun dan dapat terakumulasi dalam tubuh manusia dan lingkungan. Beberapa contoh logam berat yang termasuk dalam limbah B3 adalah timbal, merkuri, kadmium, dan arsenik.
Logam berat dapat masuk ke dalam limbah B3 melalui berbagai proses industri, seperti penambangan, pengolahan logam, dan pembakaran bahan bakar fosil. Logam berat juga dapat ditemukan dalam limbah elektronik, limbah baterai, dan limbah medis. Limbah B3 yang mengandung logam berat dapat mencemari tanah, air, dan udara, serta menimbulkan berbagai dampak negatif bagi kesehatan manusia dan ekosistem.
Pengelolaan limbah B3 yang mengandung logam berat sangat penting untuk mencegah pencemaran lingkungan dan melindungi kesehatan masyarakat. Logam berat dapat diolah melalui berbagai metode, seperti stabilisasi, solidifikasi, dan vitrifikasi. Selain itu, penerapan teknologi ramah lingkungan, seperti penggunaan bahan pengganti dan proses produksi yang lebih bersih, juga dapat membantu mengurangi kadar logam berat dalam limbah B3.
Zat kimia beracun merupakan salah satu komponen utama limbah B3. Zat kimia beracun dapat berupa bahan kimia anorganik, seperti sianida dan logam berat, maupun bahan kimia organik, seperti pestisida dan pelarut. Zat kimia beracun dapat masuk ke dalam limbah B3 melalui berbagai proses industri, seperti produksi bahan kimia, pengolahan logam, dan pembuatan pestisida.
Zat kimia beracun dapat menimbulkan berbagai dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Dampak lingkungan dari zat kimia beracun meliputi pencemaran tanah, air, dan udara. Sementara itu, dampak kesehatan dari zat kimia beracun dapat berupa keracunan akut, gangguan kesehatan kronis, hingga kanker. Oleh karena itu, pengelolaan limbah B3 yang mengandung zat kimia beracun sangat penting untuk mencegah pencemaran lingkungan dan melindungi kesehatan masyarakat.
Pengelolaan limbah B3 yang mengandung zat kimia beracun dapat dilakukan melalui berbagai metode, seperti stabilisasi, solidifikasi, dan vitrifikasi. Selain itu, penerapan teknologi ramah lingkungan, seperti penggunaan bahan pengganti dan proses produksi yang lebih bersih, juga dapat membantu mengurangi kadar zat kimia beracun dalam limbah B3.
Zat karsinogenik merupakan salah satu jenis zat berbahaya yang dapat memicu kanker. Zat karsinogenik dapat ditemukan dalam berbagai jenis limbah B3, seperti limbah industri, limbah medis, dan limbah pertanian.
Zat karsinogenik dapat berupa bahan kimia, seperti benzena dan formaldehida, maupun radiasi, seperti sinar-X dan sinar gamma.
Zat karsinogenik dapat berasal dari berbagai sumber, seperti asap rokok, polusi udara, dan makanan yang diolah dengan cara tertentu, seperti daging yang dipanggang atau diasap.
Zat karsinogenik bekerja dengan merusak DNA sel, yang dapat menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol dan pembentukan tumor.
Zat karsinogenik dapat menyebabkan berbagai jenis kanker, seperti kanker paru-paru, kanker kulit, dan kanker payudara. Paparan zat karsinogenik dapat terjadi melalui menghirup, menelan, atau menyerap melalui kulit.
Pengelolaan limbah B3 yang mengandung zat karsinogenik sangat penting untuk mencegah pencemaran lingkungan dan melindungi kesehatan masyarakat. Penanganan limbah B3 yang mengandung zat karsinogenik harus dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu, upaya untuk mengurangi penggunaan dan produksi zat karsinogenik juga perlu dilakukan untuk meminimalkan risiko paparan zat berbahaya tersebut.
Zat korosif merupakan salah satu jenis zat berbahaya yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan hidup. Zat korosif dapat ditemukan dalam berbagai jenis limbah B3, seperti limbah industri, limbah laboratorium, dan limbah rumah tangga.
Zat korosif memiliki sifat kimia yang sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan berbagai jenis bahan, termasuk logam, kulit, dan kain.
Zat korosif dapat berasal dari berbagai sumber, seperti asam kuat, basa kuat, dan bahan kimia oksidator.
Zat korosif dapat menyebabkan berbagai dampak negatif, seperti luka bakar, iritasi kulit, kerusakan mata, dan gangguan pernapasan.
Pengelolaan zat korosif harus dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Zat korosif harus disimpan dalam wadah khusus dan ditangani oleh petugas yang terlatih.
Zat korosif merupakan salah satu jenis zat berbahaya yang harus dikelola dengan baik untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Pengelolaan zat korosif yang tepat dapat membantu mengurangi risiko terjadinya kecelakaan dan melindungi lingkungan serta kesehatan masyarakat.
Zat reaktif merupakan salah satu jenis zat berbahaya yang termasuk dalam kategori limbah B3. Zat reaktif memiliki sifat mudah bereaksi dengan zat lain, sehingga dapat menimbulkan bahaya kebakaran, ledakan, atau pelepasan gas beracun.
Zat reaktif umumnya memiliki sifat kimia yang tidak stabil, sehingga mudah bereaksi dengan zat lain, seperti udara, air, atau bahan organik.
Jenis zat reaktif sangat beragam, antara lain logam alkali, logam tanah alkali, hidrida, dan peroksida.
Contoh zat reaktif yang sering ditemukan dalam limbah B3 adalah natrium, kalium, kalsium karbida, dan hidrogen peroksida.
Zat reaktif dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, seperti kebakaran, ledakan, iritasi kulit, dan gangguan pernapasan.
Pengelolaan zat reaktif dalam limbah B3 sangat penting untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Zat reaktif harus disimpan dalam wadah khusus dan ditangani oleh petugas yang terlatih. Selain itu, upaya untuk mengurangi penggunaan dan produksi zat reaktif juga perlu dilakukan untuk meminimalkan risiko paparan zat berbahaya tersebut.
Zat eksplosif merupakan salah satu jenis zat berbahaya yang termasuk dalam kategori limbah B3. Zat eksplosif memiliki sifat mudah meledak jika terkena panas, gesekan, atau benturan. Sifat ini disebabkan oleh reaksi kimia yang sangat cepat, menghasilkan pelepasan energi dalam jumlah besar.
Zat eksplosif banyak digunakan dalam berbagai kegiatan, seperti pertambangan, konstruksi, dan kemiliteran. Namun, penggunaan dan penyimpanan zat eksplosif harus dilakukan dengan sangat hati-hati untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Limbah dari kegiatan yang menggunakan zat eksplosif, seperti sisa bahan peledak, selongsong peluru, dan kembang api, termasuk dalam kategori limbah B3 karena mengandung zat eksplosif.
Pengelolaan limbah B3 yang mengandung zat eksplosif sangat penting untuk mencegah terjadinya ledakan dan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Limbah B3 yang mengandung zat eksplosif harus disimpan dalam wadah khusus dan ditangani oleh petugas yang terlatih. Selain itu, upaya untuk mengurangi penggunaan dan produksi zat eksplosif juga perlu dilakukan untuk meminimalkan risiko paparan zat berbahaya tersebut.
Zat beracun akut merupakan salah satu jenis zat berbahaya yang termasuk dalam kategori limbah B3. Zat beracun akut memiliki sifat dapat menyebabkan dampak negatif yang parah bahkan mematikan dalam waktu singkat setelah terpapar.
Zat beracun akut dapat menyebabkan berbagai dampak negatif, seperti kerusakan organ, gangguan sistem saraf, hingga kematian.
Contoh zat beracun akut yang umum ditemukan dalam limbah B3 adalah sianida, pestisida, dan logam berat tertentu.
Paparan zat beracun akut dapat terjadi melalui berbagai jalur, seperti menghirup, menelan, atau menyerap melalui kulit.
Limbah B3 yang mengandung zat beracun akut harus dikelola dengan sangat hati-hati untuk mencegah paparan dan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Pengenalan dan pengelolaan zat beracun akut dalam limbah B3 sangat penting untuk melindungi kesehatan masyarakat dan lingkungan. Dengan memahami sifat dan dampak zat beracun akut, kita dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meminimalkan risiko paparan dan memastikan penanganan limbah B3 yang aman dan bertanggung jawab.
Zat beracun kronis adalah zat berbahaya yang dapat menyebabkan dampak negatif pada kesehatan secara bertahap dan dalam jangka waktu yang lama. Paparan zat beracun kronis dapat terjadi melalui berbagai cara, seperti menghirup, menelan, atau menyerap melalui kulit. Dampak kesehatan yang ditimbulkan dapat bervariasi tergantung pada jenis zat beracun, tingkat paparan, dan kondisi kesehatan individu.
Zat beracun kronis merupakan salah satu komponen penting dalam limbah B3. Limbah B3 adalah limbah yang mengandung zat berbahaya dan beracun bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Zat beracun kronis yang umum ditemukan dalam limbah B3 antara lain logam berat, bahan kimia organik persisten, dan senyawa radioaktif. Limbah B3 yang mengandung zat beracun kronis dapat berasal dari berbagai sumber, seperti industri, rumah sakit, dan laboratorium.
Pengelolaan limbah B3 yang mengandung zat beracun kronis sangat penting untuk melindungi kesehatan masyarakat dan lingkungan. Penanganan limbah B3 yang tidak tepat dapat menyebabkan pencemaran tanah, air, dan udara, serta gangguan kesehatan bagi manusia dan ekosistem. Limbah B3 yang mengandung zat beracun kronis harus dikelola dengan hati-hati dan sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk pengolahan, penyimpanan, dan pembuangan.
Zat mudah terbakar merupakan salah satu komponen penting dalam limbah B3. Limbah B3 adalah limbah yang mengandung zat berbahaya dan beracun bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Zat mudah terbakar yang termasuk dalam kategori limbah B3 adalah zat yang mudah terbakar pada suhu rendah dan dapat menghasilkan api atau ledakan. Contoh zat mudah terbakar yang umum ditemukan dalam limbah B3 adalah bensin, solar, dan pelarut organik.
Zat mudah terbakar dapat menjadi sumber bahaya kebakaran dan ledakan, terutama jika tidak ditangani dengan benar. Limbah B3 yang mengandung zat mudah terbakar harus dikelola dengan hati-hati untuk mencegah terjadinya kebakaran atau ledakan. Selain itu, zat mudah terbakar juga dapat mencemari tanah dan air jika tidak dikelola dengan baik.
Pengelolaan limbah B3 yang mengandung zat mudah terbakar sangat penting untuk melindungi kesehatan masyarakat dan lingkungan. Limbah B3 yang mengandung zat mudah terbakar harus disimpan dalam tempat khusus yang aman dari sumber api dan panas. Limbah B3 juga harus diolah dan dibuang sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk mencegah pencemaran lingkungan dan bahaya kebakaran.
Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!
Step 1: The part between N and M that should be heated first is the combustion tube. Step 2: In a combustion tube, the reaction between the substance (in this case, hydrogen) and the oxidizing agent (in this case, oxygen from the air) occurs when heat is applied. Step 3: The chemical equation for the reaction occurring in the combustion tube is: 2H₂ (g) + O₂ (g) → 2H₂O (g)
Limbah B3, singkatan dari Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, merupakan limbah yang mengandung zat-zat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Berbeda dengan limbah biasa, limbah B3 memerlukan penanganan khusus karena sifatnya yang dapat mencemari tanah, air, dan udara.
Limbah B3 memiliki banyak jenis sesuai dengan sumber dan kandungan zatnya. Beberapa contoh limbah B3 meliputi limbah industri, limbah medis, limbah elektronik, dan limbah pertanian. Penanganan limbah B3 yang tidak tepat dapat menimbulkan dampak negatif seperti keracunan, pencemaran lingkungan, dan gangguan kesehatan.
Mengingat dampaknya yang berbahaya, pengelolaan limbah B3 menjadi sangat penting. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memilah dan mengolah limbah B3 sesuai dengan jenis dan karakteristiknya. Selain itu, teknologi pemanfaatan kembali dan daur ulang limbah B3 juga terus dikembangkan untuk mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan.
Memahami Perbedaan Bahan Kimia, B3 dan Limbah B3
Penulis: Annisa Lutfiati, Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan Ahli Pertama, KLHK
Sumber: http://www.rcchem.co.id/index.php/rcchem/article/1...
Bahan kimia, bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3) mungkin sudah tidak terdengar asing di telinga. Ketiga kata tersebut sudah melekat dan telah dikenal secara luas oleh masyarakat dan bahkan di Industri. Namun siapa sangka, banyak orang yang keliru dalam membedakan ketiga kata tersebut, terutama perbedaan antara B3 dan Limbah B3. Kesalahan penulisan sangat lumrah terjadi dilakukan. Padahal ketiganya merupakan bahan yang berbeda menurut definisi, sifat, karakteristik, bahkan peraturan perundang-undangan yang memayunginya.
Pengertian bahan kimia adalah suatu bahan yang tersusun dengan komposisi konstan paling baik dan dicirikan dengan elemen tertentu (molekul, rumus formula, dan atom). Ciri-ciri bahan kimia yaitu memiliki sifat fisik seperti massa jenis, indeks bias, konduktivitas listrik, titik leleh, dll.
Sumber : IUPAC. Compendium of Chemical Terminology, 2014
Sebagai contoh yaitu air yang merupakan salah satu bahan kimia yang terdiri dari satu jenis bahan dengan rumus molekul H2O dan massa jenis serta titik didih tertentu. Hal ini membuktikan bahwa bahan kimia yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari tidak selalu berdampak negatif pada manusia dan berbahaya bagi lingkungan karena setiap bahan kimia memiliki sifat dan fungsi yang berbeda sesuai dengan aplikasinya.
Bahan kimia kemudian dibedakan kembali berdasarkan sifatnya yaitu bahan kimia yang tidak berbahaya dan bahan kimia yang berbahaya dan beracun (B3). Bahan berbahaya dan beracun inilah yang menimbulkan dampak negatif pada tubuh manusia antara lain dapat menyebabkan kanker, iritasi akut, serta merusak sistem saraf, sistem reproduksi, dan sistem kekebalan tubuh jika tidak dikelola dengan baik.
Definisi bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. B3 yang masih berupa bahan baku pure substance memiliki nilai komersial lebih tinggi dibanding dengan limbah B3, sehingga masyarakat atau industri yang memiliki B3 pasti akan melakukan pengelolaan B3 sebaik-baiknya untuk menghasilkan yield atau hasil sebesar-besarnya dan menghasilkan keuntungan.Pengaturan mengenai B3 di Indonesia sendiri telah tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Pengaturan mengenai B3 di tingkat Internasional tertera pada Konvensi Stockhom tentang Bahan Pencemar Organik yang Persisten, Konvensi Minamata mengenai Merkuri, dan Konvensi Rotterdam tentang Prosedur Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal untuk Bahan Kimia dan Pestisida Berbahaya Tertentu dalam Perdagangan Internasional. Ketiga Konvensi ini juga telah diadopsi di Indonesia masing-masing melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 Dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2013.
Lain halnya dengan Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3. Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Limbah B3 yang merupakan sisa hasil usaha mengharuskan masyarakat dan industri untuk mengelola limbah dengan tata cara yang berwawasan lingkungan sehingga membutuhkan lebih banyak biaya untuk pengelolaannyatanpa menghasilkan keuntungan. Pengaturan mengenai Pengelolaan Limbah B3 dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pengaturan mengenai Limbah B3 di tingkat Internasional tertera pada Konvensi Basel tentang Pengawasan Perpindahan Lintas Batas Limbah B3. Konvensi ini telah diadopsi di Indonesia melalui Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2015 tentang Pengesahan Amendment To The Basel Convention On The Control Of Transboundary Movements Of Hazardous Wastes And Their Disposal (Amendemen Atas Konvensi Basel tentang Pengawasan Perpindahan Lintas Batas Limbah Berbahaya dan Pembuangannya).
Namun masih terdapat pengaturan yang sama antara B3 dan Limbah B3 yaitu terkait program kedaruratan yang sama-sama mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.74/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2019 tentang Program Kedaruratan Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun dan/atau Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
B3 dan Limbah B3 merupakan dua jenis zat yang berbeda baik dari definisi, penggunaan, sifat dan karakteristik serta pengelolaannya.
Perbedaan B3 dan Limbah B3 berdasarkan Karakteristik
Karakteristik B3 dan Limbah B3 hampir sama, walaupun di dalam pengaturan perundang-undangan masing-masing terdapat sedikit perbedaan. Karakteristik B3 mengacu pada Globally Harmonized System (GHS). Berikut beberapa klasifikasi perbedaan karakteristik antara B3 dan Limbah B3 yang tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021.
Perbedaan B3 dan Limbah B3 berdasarkan Simbolnya
Berdasarkan simbolnya, Tata Cara Pemberian Simbol B3 termuat dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 2008. Simbol B3 merupakan gambar yang menunjukan klasifikasi B3 yang terdiri dari 10 (sepuluh) jenis simbol.Bentuk dasar simbol B3 berbentuk bujur sangkar diputar 45 derajat sehingga membentuk belah ketupat berwarna dasar putih dan garis tepi belah ketupat tebal berwarna merah. Simbol yang dipasang pada kemasan disesuaikan dengan ukuran kemasan. Sedangkan simbol pada kendaraan pengangkut dan tempat penyimpanan kemasan B3 minimal berukuran 25 cm x 25 cm.
Lain halnya dengan simbol Limbah B3 yang termuat dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 tahun 2013. Simbol Limbah B3 memiliki 9 jenis untuk penandaan karakteristik Limbah B3. Bentuk dasar simbol berbentuk bujur sangkar diputar 45 derajat sehingga membentuk belah ketupat. Pada keempat sisi belah ketupat tersebut dibuat garis sejajar yang menyambung sehingga membentuk bidang belah ketupat dalam dengan ukuran 95% dari ukuran belah ketupat luar. Warna garis yang membentuk belah ketupat dalam sama dengan warna gambar simbol Limbah B3. Pada bagian bawah simbol Limbah B3 terdapat blok segilima dengan bagian atas mendatar dan sudut terlancip berhimpit dengan garis sudut bawah belah ketupat bagian dalam Panjang garis pada bagian sudut terlancip adalah 1/3 dari garis vertikal simbol limbah B3 dengan lebar ½ dari panjang garis horisontal belah ketupat dalam.
Simbol Limbah B3 yang dipasang pada kemasan dengan ukuran paling rendah 10 cm x 10 cm, simbol limbah B3 pada kendaraan pengangkut limbah B3 dan tempat penyimpanan limbah B3 dengan ukuran paling rendah 25 cm x 25 cm sebanding dengan ukuran boks pengangkut yang ditandai sehingga tulisan pada simbol Limbah B3 terlihat jelas dari jarak 20 m.
Berikut contoh perbandingan perbedaan bentuk dasar simbol B3 dan simbol Limbah B3
Gambar Perbandingan Bentuk Dasar Simbol B3 dan Simbol Limbah B3
Perbedaan Pengelolaan B3 dan Limbah B3
Dalam hal pengelolaan, B3 diklasifikasikan menjadi B3 yang dapat dipergunakan, B3 yang dilarang dipergunakan dan B3 terbatas dipergunakan.
1.B3 yang dapat dipergunakan adalah B3 yang bebas untuk diproduksi, dipergunakan, atau diimpor, dan tidak membutuhkan prosedurnotifikasi namun tetap harus dilakukan registrasi untuk jenis B3 yang pertama kali diimpor ke Indonesia atau yang tidak terdapat pada lampiran peraturan terkait pengelolaan B3.
2.B3 yang dilarang dipergunakan adalah jenis B3 yang dilarang digunakan, diproduksi, diedarkan dan atau diimpor di Indonesia.
3.B3 yang terbatas dipergunakan adalah B3 yang dibatasi penggunaan, impor dan atau produksinya dan membutuhkan prosedur notifikasi jika B3 tersebut akan diimpor atau di ekspor ke negara lain.
B3 sesuai dengan klasifikasi tersebut kemudian wajib dilakukan pengelolaan dengan cara pengangkutan, pengemasan, penyimpanan, perpindahan lintas batas. Terkait perizinan pengelolaan B3 hanya terdapat pada proses pengangkutan B3 dan perpindahan lintas batas B3 (dengan kriteria tertentu).
Sedangkan dalam Limbah B3, klasifikasi Limbah B3 berasal dari sumber tidak spesifik; B3 kedaluwarsa, B3 yang tumpah, B3 yang tidak memenuhi spesifikasi produk yang akan dibuang, dan bekas kemasan B3; dan limbah B3 dari sumber spesifik. Masing-masing jenis limbah B3 tersebut dikelola dengan tata cara yang berbeda menurut peraturan perundang-undangan tentang Limbah B3. Secara umum dari segi pengelolaan, Limbah B3 memiliki lebih banyak tahapan pengelolaan yaitu pada pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, penimbunan, atau dumping (pembuangan) limbah B3, dan perpindahan lintas batas limbah B3. Pengelolaan limbah B3 dilaksanakan berdasarkan Persetujuan Teknis (Pertek) dan dilengkapi dengan Surat Layak Operasional (SLO) yang menjadi syarat dalam penerbitan Perizinan Berusaha.
Penyamaan persepsi antara bahan kimia, B3, dan limbah B3 barangkali disebabkan karena terdapat sifatnya yang sama-sama memiliki bahaya terhadap kesehatan dan lingkungan. Walaupun perlu digaris bawahi bahwa zat tersebut merupakan zat yang berbeda, dimana bahan kimia dapat terdiri dari bahan tidak berbahaya dan beracun dan bahan berbahaya dan beracun (B3), B3 merupakan bahan berbahaya dan beracun yang berupa bahan baku untuk dimasukkan dalam suatu proses produksi sedangkan limbah B3 adalah sisa hasil usaha/kegiatan pemrosesan B3 tersebut. Dari pengelolaan kedua bahan tersebut juga berbeda dan diatur dalam pengaturan masing-masing. Kekeliruan dalam membedakan zat-zat tersebut dikhawatirkan mengakibatkan tata cara pengelolaan yang salah yang akhirnya bisa berakibat fatal bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Maka dari itu, perlu diberikan pemahaman kepada setiap pemangku kepentingan dan masyarakat umum terhadap perbedaan bahan kimia, B3 dan limbah B3 sehingga terhindari dari kesalahan dalam pengelolaannya.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 2008.Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 tahun 2013. tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.74/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2019 Tentang Program Kedaruratan Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun Dan/Atau Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun.
IUPAC. Compendium of Chemical Terminology, 2nd ed. (the "Gold Book"). Compiled by A. D. McNaught and A. Wilkinson. Blackwell Scientific Publications, Oxford (1997). Online version (2019-) created by S. J. Chalk. ISBN 0-9678550-9-8. https://doi.org/10.1351/goldbook.
Gambar diunduh pada 26 September 2021 di web : http://www.rcchem.co.id/index.php/rcchem/article/1...
klhk b3 Pengelolaan b3 ditpb3 bahan kimia limbah b3
%PDF-1.5
%����
1 0 obj
<>
>>
endobj
2 0 obj
<>
endobj
3 0 obj
<>
/Font <>
/XObject 484 0 R
/ProcSet [/PDF /Text /ImageB /ImageC /ImageI]
>>
/Parent 2 0 R
/MediaBox [0 0 595.3200 841.9200]
/Contents 491 0 R
/StructParents 0
/Group <>
/Tabs /S
>>
endobj
4 0 obj
<>
stream
x��Y[o۸~���G Hh��uQH�v�m{lӧf�؉UY��K����33$%Q�젨cQÙ�\���7u�?gO�����m���z��\<���,^���}��WY����ۻ������w8g~�<<_^pLJ�IB�a)N#&�����;/����ǟ�?]���y����#�q>~��,ft�ݵ��<��,}��� 9K�ӍGRlҘ�E�̐��Ȅ�$՝�=*����;Ƿ�#.,�H.��8Yi~�pon�ϟ�
}&�����uD�$���B3��]K�������s�q�������͜>����I}�}8X"N�L�C �'"��Ԅ\$��;by.��68.w�p�
���C���6�*�+>�%�,�u��1� �<�W��Ҋ��@�0f܉�_�a�� ]@�e
npZ���~lA���^���*��-Rq�5�8�ڻ��J/vf��// �L�WO�3p^���|�5�u��[ԯ�ݎ�,�)�}�:�M���=��#H@�4x
�-�;$7�w�Xx�J)s\��'�$UI*��k��yt��$���ʔ��U��+�s���=zlN2f��ٜ��X��X���.�ʻ��
M��H��S�X�C[��8�\W����+�${�O��7���t5�v���q����PH��v�*ݣ�_H�E��'�N+a�� [�]�o
t��֮���f� WT��5x�UW�b��g�ӏ[��qR]��`�*�d}���������$�b�#�r�a����je��O*ԙ[ v�
P�|c�&o������{z�ks L(g#�T�A�5]�bwz7E�J���cGL��l]7�YY~���s)[��b��
���������t+�7
Ǔ��. t[�E��2<2��S�(Q�#�x:�fH�oK7d�W����H���G��a9�Z�)�$O�������ދ��9�)���@.��t�����&�ho�8�6\"ү(T�(��+���l7�>�A��F���!�C��KM>�'̍N����U�J���ީ:�硉��X�6�u� �Qȏ*L�ĩã*es���6ӓ��B~����;D�mVb%���������� �̈́��tG�~|GFq�~�~c<����D�0�:�e�v��-�ڮ��7/�~Ꝟ��u��h'��:T��
@�(��}�g]��*1wo�f�: NQ
6^z.O���G�G ��GE)�
��(L>(������#�h׀M�lۄ��ބm1A����*0�;��P
��7�:m�P:�8b�1���l8-:�5�S��;߿��Ϻ[p�s����d�U��>v�K�$��i1��h�+��F��H^d� H�2���y��Z�m<9DJ�|������@g�D稝 �H�y
���NP4@�3[�/�oTt �ʮԈ�ez�֯r(
�ˮ��a�J�>L�%j\�NIG�5iw�i�0�`.�Q���pu�%<`QhZ-]��8�-�6�k<������U���t� "���>��*[d[DM]w%>m�#��=�K��+�mPs��Hϯ�pz�BX�XP�ޢ4p�ӣ����M�-�*Q�d4�mW�vd>
��Q$�Y��n�|`��*-�V3%-{6�K��aނ����