Hukum Pernikahan Dalam Islam Dan Dalilnya

Hukum Pernikahan Dalam Islam Dan Dalilnya

Menjalin Hubungan Rumah Tangga

Sesuai dengan hukum pernikahan dalam Islam, menikah artinya akan membangun rumah tangga bersama.

Menjalin hubungan rumah tangga dalam Islam memerlukan upaya dari kedua belah pihak. Suami dan istri diharuskan untuk terbuka dan jujur satu sama lain.

Keterbukaan dalam berkomunikasi membantu mengatasi masalah sebelum berkembang menjadi konflik besar.

Mendengarkan pasangan dengan penuh perhatian dapat membantu memahami perasaan pasangan. Mengungkapkan rasa cinta secara rutin juga dapat memperkuat ikatan emosional.

Agar pernikahan dianggap sah secara ketentuan. Terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi sebelum melangsungkan pernikahan bagi calon mempelai. Elemen-elemen dasar berikut ini harus ada dalam sebuah pernikahan.

Syarat-syarat di atas harus dipenuhi oleh kedua mempelai. Pemenuhan semua rukun dan syarat ini menjadi bagian dari kepastian bahwa pernikahan yang dilaksanakan sesuai dengan ajaran Islam. Pernikahan yang sesuai dengan ajaran Islam akan mendapatkan berkah dari Allah SWT.

Hukum pernikahan dalam Islam terbagi menjadi 5 kategori. Menikah dan kurban adalah dua ibadah yang memiliki kaitan erat dalam hal pengorbanan dan ketaatan. Sahabat juga dapat menyalurkan kurban atas nama suami-istri melalui Program Qurban Yatim Mandiri yang telah berpengalaman.

Memahami 5 Hukum Pernikahan dalam Islam

“Pernikahan merupakan ikatan yang sakral dan abadi. Maka dari itu, Anda perlu memahami bagaimana kedudukan dan hukum pernikahan di mata agama dan negara agar bisa menjalani rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah.”

Di Indonesia, hukum pernikahan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Hukum pernikahan tersebut bertujuan untuk melindungi hak dan kewajiban suami dan istri.

Secara umum, pernikahan dapat diartikan sebagai suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.

Dalam islam, pernikahan merupakan salah satu ibadah yang dianjurkan. Ada banyak ayat Al-Quran dan dalil yang menjadi landasan hukum pernikahan dalam Islam, salah satunya dalam Surat An-Nur ayat 32 yang berbunyi:

“Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahaya, baik laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Dalam ayat tersebut, Allah SWT memerintahkan kepada umat Islam untuk menikah, baik laki-laki maupun perempuan. Maka dari itu, tidak ada salahnya Anda mulai mempersiapkan budget untuk melangsungkan pernikahan mulai dari sekarang.

Anda bisa membuka rekening tabungan khusus agar lebih mudah menabung dan tidak bercampur dengan dana pribadi. Anda bisa membuka tabungan GOAL Savers iB yang akan membantu disiplin menabung dengan pilihan frekuensi harian/mingguan/bulanan untuk mewujudkan pernikahan impian Anda bersama pasangan.

Baca juga: Syarat dan Cara Daftar Nikah Online yang Harus Anda Ketahui

Meningkatkan Ibadah

Sejalan dengan hukum pernikahan dalam Islam, pernikahan yang baik dapat meningkatkan ibadah seseorang. Suami dan istri dapat saling mengingatkan untuk menjalankan ibadah wajib seperti salat, puasa, dan membaca Al-Qur’an. Suami istri juga bisa saling mengajak untuk berbuat kebaikan.

Pasangan yang menikah dianjurkan untuk melakukan salat berjamaah di rumah atau masjid. Salat berjamaah dapat meningkatkan pahala untuk keduanya. Serta memperkuat ikatan spiritual yang terjalin antara suami dan istri.

Menikah adalah bentuk ibadah yang sangat mulia. Dalam setiap langkah yang diambil bersama pasangan, ada pahala yang menunggu. Saling menguatkan dalam ibadah dan bersama-sama membangun keluarga yang penuh berkah.

Hukum Pernikahan dalam Islam

Jumhur ulama menyebut bahwa hukum pernikahan pada seseorang bisa berubah dan tiap orangnya dapat berbeda lantaran tergantung kondisi dan permasalahan yang dialami.

Berikut berbagai hukumnya yang dilansir dari Ensiklopedi Fikih Indonesia: Pernikahan, Fiqih Islam wa Adilatuhu karya Wahbah az-Zuhaili, dan Panduan Lengkap Muamalah oleh Muhammad Bagir:

Menjadi wajib apabila seorang muslim telah cukup kemampuan untuk melangsungkannya, baik secara finansial maupun lahir batin. Di sisi lain ia memiliki hasrat seksual yang tinggi dan khawatir akan terjerumus ke dalam perzinaan jika ia tidak menikah. Ia juga tidak mampu menjaga dirinya dari perbuatan hina dengan cara lain seperti puasa.

Mengingat bahwa menjaga kesucian dan kehormatan adalah suatu keharusan, begitu pula dengan menjauhi perbuatan yang dilarang agama. Sehingga cara terbaik baginya adalah dengan menikah.

Apabila seseorang akan mendzalimi serta membahayakan pasangannya jika menikah, seperti dalam kondisi tidak dapat memenuhi kebutuhan pernikahan lahiriah dan batiniah, atau tidak mampu berbuat adil terhadap istri-istrinya. Juga menjadi haram bila hendak melakukan penipuan.

Atau ada kasus di mana salah satu pasangannya menderita penyakit yang bisa menghalangi kebahagiaan di antara mereka kelak, maka tidak halal baginya untuk menyembunyikan hal itu. Kecuali telah memberitahukan kekurangannya itu kepada calom pasangannya.

Tidak menjadi wajib melainkan sunnah jika seseorang sudah mampu dalam finansial dan pemenuhan lahir batin, tetapi tidak takut akan tergelincir kepada perilaku yang dilarang. Dilatarbelakangi pula dengan umurnya yang terbilang masih muda.

Orang dengan keadaan seperti ini sebatas dianjurkan untuk menikah, tidak sampai diwajibkan. Lantaran ia mampu menjaga dirinya dari perbuatan zina.

Bagi orang yang tidak punya penghasilan serta tidak mampu memenuhi kebutuhan batiniah, tetapi calon istrinya rela dan memiliki harta cukup untuk menghidupi mereka. Dengan kondisi seperti ini, maka menikah adalah makhruh bila dipandang dalam Islam.

Di mana seseorang dalam kondisi stabil, tidak cemas akan terjerumus kepada zina, dzalim atau membahayakan pasangannya jika tidak menikah. Tidak ada pula dorongan maupun hambatan untuk melakukan atau meninggalkan pernikahan. Dalam keadaan ini, hukum menikah bagi seseorang yakni boleh (mubah).

Pernikahan termasuk perwujudan ibadah dalam agama Islam. Bahkan pernikahan disebut sebagai ibadah terpanjang.

Pada dasarnya, hukum pernikahan dalam Islam sendiri sangat dianjurkan Rasulullah bagi mereka yang mampu untuk melaksanakannya. Akan tetapi, hukum nikah dapat berubah tergantung situasi serta kondisi seseorang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengutip NU Online, pernikahan dalam Islam ditilik dari sudut pandang hukum sebagai berikut.

حُكم النِكَاحِ شَرْعُا للنكاح أحكام متعددة، وليس حكماً واحداً، وذلك تبعاً للحالة التي يكون عليها الشخص

Artinya: "Hukum nikah secara syara'. Nikah memiliki hukum yang berbeda-beda, tidak hanya satu. Hal ini mengikuti kondisi seseorang (secara kasuistik)," (Sa'id Musthafa Al-Khin dan Musthafa Al-Bugha, Al-Fiqhul Manhaji 'ala Madzhabil Imamis Syâfi'i, Surabaya, Al-Fithrah, 2000, juz IV, halaman 17).

Dari penjelasan tersebut, maka hukum nikah berbeda-beda sesuai dengan kondisi seseorang dan tidak bisa disamaratakan.

Dirangkum dari buku Fiqih Munakahat: Hukum Pernikahan dalam Islam (2023), berikut macam-macam hukum pernikahan dalam Islam dan kriterianya.

Bagi orang yang mempunyai kemauan dan kemampuan untuk menikah, serta khawatir dirinya terjerumus perbuatan zina, maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah wajib.

Hal itu didasarkan pada pemikiran hukum bahwa setiap muslim wajib menjaga diri untuk tidak berbuat yang terlarang. Seseorang dikatakan wajib untuk menikah apabila:

Orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk melangsungkan perkawinan tetapi kalau tidak kawin tidak dikhawatirkan akan berbuat zina maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah sunah.

Pernikahan dianggap sunah untuk dilakukan apabila:

Seseorang dalam kondisi stabil, tidak cemas akan terjerumus kepada zina, zalim atau membahayakan pasangannya jika tidak menikah.

Tidak ada pula dorongan maupun hambatan untuk melakukan atau meninggalkan pernikahan. Dalam keadaan ini, hukum menikah bagi seseorang tersebut yakni boleh atau mubah, yang artinya tidak berdosa dan tidak pula berpahala apabila dilakukan.

Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan tetapi orang tersebut tidak punya penghasilan serta tidak mampu memenuhi kebutuhan batiniah.

Sementara calon istrinya rela dan memiliki harta cukup untuk menghidupi mereka. Dengan kondisi seperti itu, maka hukum pernikahannya dalam Islam dipandang makruh, yakni tidak dianjurkan atau tidak disukai.

Pernikahan haram hukumnya bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban dalam rumah tangga.

Apabila melangsungkan perkawinan berpotensi menelantarkan dirinya dan istrinya maka hukum melakukan pernikahanan bagi orang itu haram.

Pernikahan bisa menjadi haram apabila:

Itulah beberapa penjelasan tentang hukum pernikahan dalam Islam, mulai dari wajib, sunah, mubah, makruh, sampai haram yang harus diketahui setiap Muslim.

Pelaksanaan hukum pernikahan dalam Islam diatur oleh syariat. Hukum dari menikah atas dasar situasi dan kondisi seorang yang akan menikah.

Hukum pernikahan dalam Islam terbagi dalam beberapa kategori yang memiliki kondisi berbeda. Menikah menjadi satu cara untuk bersyukur atas nikmat cinta dan kehidupan yang telah Allah berikan Bahkan, menikah dikatakan sebagai salah satu cara terbaik untuk menyempurnakan setengah iman.

Dalam Islam, menikah adalah bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Menikah dapat membantu seseorang menjaga kesucian diri dari perbuatan zina. Ibadah ini sangat dianjurkan bagi seorang muslim yang mampu untuk menjalankannya

Untuk memahami hukum pernikahan secara lebih lanjut, melakukan konsultasi pada guru atau orang yang lebih paham mengenai Islam sangat dianjurkan.

Hal ini untuk mengetahui kesinambungan kondisi tiap individu untuk melangsungkan pernikahan. Pernikahan diniatkan untuk membawa kebahagiaan.

Suami tidak boleh semena-mena terhadap istri

Keharmonisan dalam rumah tangga bisa didapat jika kedua belah pihak mau untuk bekerja sama untuk saling menghargai. Bukan hanya rasa cinta yang dibutuhkan tetapi juga saling memahami agar terhindar dari kejadian saling merendahkan. Maka, hukum suami menghina istri dalam agama islam sudah diatur Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 19 yang artinya:

“Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.”

Maksud bergaul dalam ayat di atas adalah mengacu pada sesuatu yang disebut interaksi. Jadi, Allah sudah memerintahkan kaum laki-laki untuk bisa menghargai dan berkomunikasi dengan perempuan dengan cara yang selayaknya. Kalaupun ada hal-hal yang tidak disukai, maka lebih baik bersabar. Sebab, Allah-lah yang maha tahu segalanya.

Larangan menghina siapa saja, termasuk pasangan

Islam selalu mengajarkan hal-hal baik kepada umatnya termasuk untuk tidak bersikap saling menghina. Kita juga dianjurkan bersikap dan bertutur kata yang baik. Kalaupun tidak sanggup melakukannya maka diam akan lebih baik. Seperti sabda Rasulullah yang tertera dalam hadits berikut:

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

“Tidak boleh seorang mukmin menjelekkan seorang mukminah. Jika ia membenci satu akhlak darinya maka ia ridha darinya (dari sisi) yang lain.” (HR. Muslim)

Merencanakan Pernikahan dengan Tabungan GOAL Savers iB

GOAL Savers iB merupakan solusi bagi Anda yang ingin rajin menabung, termasuk untuk mempersiapkan biaya pernikahan. Dengan persyaratan mudah dan ringan, tabungan syariah dari CIMB Niaga ini akan membantu Anda menabung secara disiplin dan teratur.

Anda bisa menentukan sendiri goal impian bersama pasangan dengan pilihan menabung dalam frekuensi harian/mingguan/bulanan. Tersedia juga fitur autodebet yang akan memudahkan Anda pada saat setoran rutin dan pencairan saat jatuh tempo.

Setelah melangsungkan pernikahan impian, jangan lupa untuk mempersiapkan hunian yang nyaman. KPR Xtra Fixed iB CIMB Niaga bisa membantu Anda mewujudkan rumah impian dengan keuntungan sebagai berikut:

Tunggu apalagi? Mari persiapkan pernikahan impian Anda dan pasangan bersama CIMB Niaga. Cari tahu informasi menarik lainnya di sini.

Menikah jika dilihat dari segi bahasa yaitu al-wat'u yang artinya bersenggama atau berhubungan seksual dan al-dammu yang artinya mengumpulkan atau menggabungkan. Menikah juga diartikan sebagai majazi (metafor) sebagai "akad", karena akad menjadi sebab dibolehkannya hubungan badan secara seksual. Hal ini dijelaskan oleh Dr. Holilur Rohman, M.H.I dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam Menurut Empat Mazhab.

Ahmat Sarwat dalam Ensiklopedi Fikih Indonesia Pernikahan menjelaskan soal perkawinan antara laki-laki dan perempuan serta menyatu untuk hidup sebagai suami istri dalam ikatan pernikahan adalah salah satu ciri manusia sejak pertama kali diciptakan. Karena pernikahan adalah jaminan atas keberlangsungan peradaban umat manusia di muka bumi.

Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 1:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Artinya: "Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (QS. An-Nisa: 1)

Pernikahan juga menjadi suatu perbuatan yang diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasulnya. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Surat An-Nur ayat 32:

وَأَنكِحُوا۟ ٱلْأَيَٰمَىٰ مِنكُمْ وَٱلصَّٰلِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ ۚ إِن يَكُونُوا۟ فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya: "Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui."

Ada hukum menikah sesuai dengan kondisinya masing-masing yaitu wajib, haram, makruh, sunnah dan mubah. Berikut penjelasan yang dijelaskan oleh Dr. Holilur Rohman, M.H.I:

Menurut Mazhab Hanafi, hukum menikah adalah sebagai berikut:

1. FardhuHukum menikah menjadi fardhu jika terpenuhi empat syarat, yaitu:- Adanya keyakinan jika tidak menikah maka terjerumus pada zina.- Tidak mampu berpuasa yang bisa mencegahnya dari perbuatan zina.- Tidak bisa mempunyai budak perempuan.- Mampu memberi mahar dan infak dengan cara halal.

2. WajibMenikah hukumnya wajib (bukan fardhu) jika mempunyai keinginan kuat untuk menikah dan khawatir terjerumus pada perzinaan jika tidak menikah. Hukum menikah menjadi wajib jika keempat syarat kefardhuan nikah telah terlampaui.

3. Sunnah MuakadahHukum menikah menjadi sunnah muakadah jika mempunyai keinginan untuk menikah, tapi dia masih bisa menahan dan tidak khawatir terjerumus pada perzinaan. Dalam kondisi seperti ini, jika tidak menikah hukumnya berdosa kecil yang lebih ringan dari dosa meninggalkan kewajiban.

Syarat kesunnahan di atas berlaku jika dia mampu memberi nafkah halal. Jika menikah dengan niat agar tidak terjerumus pada dosa, baik untuk dirinya atau pasangannya, maka dia mendapat pahala. Jika tidak berniat, pada tidak mendapat pahala.

4. HaramHukum nikah jadi haram jika ada keyakinan kuat pernikahannya bisa mendorong suami atau istri untuk mencari nafkah haram dengan cara berbuat jahat atau menzalimi orang lain.

5. MakruhHukum menikah menjadi makruh tahrim jika pernikahannya dikhawatirkan akan berdampak pada mencari nafkah haram dengan cara berbuat jahat atau menzalimi orang lain dan kekhawatiran tersebut tidak bersifat pasti dan dia tidak meyakininya seratus persen.

6. MubahHukum menikah menjadi mubah jika mempunyai keinginan menikah sekedar untuk melampiaskan nafsu biologis, tapi tidak khawatir terjerumus pada perzinahan jika tidak menikah. Jika dia menikah diniatkan menjaga diri dari perbuatan zina atau mendapatkan keturunan, maka hukumnya sunnah.

1. FardhuHukum menikah menjadi wajib bagi orang yang mampu memberi nafkah jika memenuhi syarat-syarat berikut:- Mempunyai keinginan untuk menikah.- Ada kekhawatiran akan terjerumus pada perzinahan jika tidak menikah.- Tidak mampu bernuansa agar bisa menahan diri dari berbuat zina.- Tidak mempunyai kemampuan membeli budak perempuan.Adapun bagi orang yang tidak mampu mendapatkan penghasilan untuk memberi nafkah, hukum menikahnya menjadi fardu jika terpenuhi tiga syarat:- Khawatir terjerumus pada perzinahan jika tidak menikah.- Tidak mampu berpuasa agar bisa menahan diri dari berbuat zina, atau mampu berpuasa akan tetapi puasanya tidak bisa membendung keinginannya untuk berbuat zina.- Tidak mampu membeli budak perempuan.

2. HaramHukum nikah menjadi haram jika seseorang khawatir terjerumus pada perzinahan jika tidak menikah dan dia tidak mampu mencari pekerjaan halal untuk memberi nafkah, atau tidak mampu berhubungan badan dengan istri (al-wat'u).

Jika istri tahu bahwa suaminya tidak bisa memberi nafkah halal dan istri rela, atau istri tahu bahwa suaminya tidak bisa berhubungan badan dan istri rela, maka hukum keharamannya menjadi hilang dan menjadi boleh menikah jika istri tergolong orang yang rasyidah (orang yang akalnya sempurna dan memahami persoalan pengelolaan harta).

3. SunnahHukum menikah menjadi sunnah bagi seseorang yang tidak ada keinginan untuk menikah akan tetapi dia punya keinginan untuk mendapatkan keturunan, dengan syarat dia harus mampu menunaikan kewajiban untuk memberi nafkah dan juga mampu berhubungan badan dengan istrinya.

4. MakruhHukum menikah bagi laki-laki atau perempuan menjadi makruh jika dia sama sekali tidak ada keinginan untuk menikah dan jika menikah dikhawatirkan tidak bisa menunaikan kewajibannya sebagai suami atau istri.

5. MubahHukum menikah menjadi mubah (boleh) jika dia tidak punya keinginan untuk menikah, tidak punya keinginan untuk mempunyai keturunan dan dia mampu menunaikan kewajiban pernikahan dan pernikahannya tidak membuatnya terganggu untuk melakukan perbuatan tatawwu (perbuatan baik atau ibadah).

Hukum asal nikah adalah boleh, kecuali bagi seseorang yang tidak bisa menahan dirinya dari perbuatan dosa seperti berzina, maka dia wajib menjaga dirinya dengan menikah jika tidak ada cara lain selain menikah. Menikah termasuk syariat yang diturunkan Allah kepada umat Islam. Hal ini didasarkan pada ayat Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 3:

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتْمَى فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلُثَ وَرُبَعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَنُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا

Artinya: "Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya."

Menurut al-Jaziri, hukum menikah menurut Mazhab Syafi'i secara lengkap adalah sebagai berikut:

1. MubahMenurut Mazhab Syafii, hukum asal nikah adalah boleh (ibahah). Jika seseorang menikah dengan niat bersenang-senang dan sekadar melampiaskan syahwat saja, maka hukumnya ibahah (boleh). Akan tetapi jika niat nikahnya untuk menjaga diri dari perbuatan maksiat dan agar mendapatkan keturunan, hukumnya menjadi sunnah.

2. WajibHukum menikah menjadi wajib jika menikah menjadi satu-satunya cara agar terhindar dari perbuatan haram, baik bagi laki laki atau perempuan. Misalnya jika laki-laki hanya bisa menghindar dari perbuatan zina dengan cara menikah, maka hukumnya wajib. Begitu juga bagi perempuan jika menikah menjadi satu-satunya cara agar terhindar dari tindakan jahat dari seseorang, maka baginya menikah menjadi wajib.

3. MakruhHukum menikah menjadi makruh jika dia merasa tidak mampu menjalankan kewajiban dalam pernikahan. Misalnya seorang perempuan yang tidak mempunyai keinginan dan tidak membutuhkan menikah, dan dia tidak khawatir ada seseorang yang akan bertindak jahat kepadanya, atau bagi laki-laki yang tidak mempunyai keinginan menikah dan dia tidak mampu memberi mahar dan nafkah halal, maka hukumnya makruh menikah.

4. SunnahHukum sunnah nikah juga terjadi bagi siapapun yang mempunyai keinginan menikah dan sudah mampu memenuhi kewajiban rumah tangga.

Catatan:Bagi orang yang mampu memenuhi kewajiban menikah dan tidak ada penyakit atau halangan untuk mendekati atau berhubungan dengan pasangan, maka:

1. Jika dia ahli ibadah, lebih baik tidak menikah karena dikhawatirkan pernikahannya "menggangu" ibadah yang biasa dilakukan.

2. Jika dia bukan ahli ibadah, lebih baik menikah karena khawatir terjerumus dalam kemaksiatan atau perbuatan dosa.

1. WajibMenurut riwayat Imam Ahmad, hukum menikah adalah wajib, yaitu bagi seseorang (laki-laki atau perempuan) yang khawatir terjerumus pada hal yang dilarang seperti perzinahan jika tidak menikah, walaupun kekhawatirannya tersebut bersifat dzan (sangkaan kuat).

Hukum wajib ini berlaku bagi siapa pun, baik bagi orang yang mampu memberi nafkah atau tidak mampu. Jika dia sudah merasa khawatir terjerumus pada perzinahan jika tidak menikah, dia wajib menikah dengan berusaha mencari rezeki yang halal dan berharap kepada Allah akan dimudahkan jalan rezekinya.

2.HaramHukum menikah menjadi haram jika berada di dar al-harb (bukan negara Islam) kecuali dalam keadaan darurat. Jika dia menjadi seorang tahanan yang sedang ditahan, hukum haramnya berlaku secara mutlak dalam keadaan apa pun.

Hukum menikah menjadi sunnah bagi seseorang (laki-laki atau perempuan) yang mempunyai keinginan menikah akan tetapi tidak ada kekhawatiran terjerumus pada perzinahan jika tidak menikah. Pernikahan pada kondisi ini dianggap lebih utama daripada kesunnahan lain karena bertujuan menjaga diri dan pasangan dari perbuatan tercela, dan juga bertujuan untuk memiliki keturunan yang dianjurkan agama untuk membangun komunitas Muslim yang kuat. Mubah

4. Hukum menikah menjadi mubah bagi seseorang yang tidak mempunyai keinginan menikah, seperti orang tua renta dan orang yang lemah syahwat, dengan syarat pernikahannya tidak membawa bahaya atau kesengsaraan bagi istri. Jika pernikahannya justru akan menyengsarakan istri atau berdampak bahaya bagi istri, maka pernikahannya menjadi haram.

Berikut adalah ayat-ayat Al-Qur'an yang menjadi dasar hukum pernikahan dalam Islam:

1. Q.S. Ar-Rum ayat 21

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Artinya: "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir." (QS. Ar-Rum:21)

2. Q.S. An-Nahl ayat 72

وَاللّٰهُ جَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا وَّجَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَزْوَاجِكُمْ بَنِيْنَ وَحَفَدَةً وَّرَزَقَكُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِۗ اَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُوْنَ وَبِنِعْمَتِ اللّٰهِ هُمْ يَكْفُرُوْنَۙ

Artinya: "Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka, mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah." (QS. An-Nahl:72)

Kemudian dalam hadis terdapat beberapa hadis yang menjadi dasar hukum pernikahan dalam Islam. Berikut beberapa hadis tersebut:

"Jika seseorang menikah maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah kepada Allah pada separuh lainnya." (HR. Baihaqi)

"Wanita dinikahi karena empat perkara, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka, dapatkanlah wanita yang taat beragama niscaya kamu akan beruntung." (HR. Bukhari dan Muslim)

"Tetapi aku salat, tidur, berpuasa, berbuka, dan mengawini perempuan. Barang siapa membenci sunahku, ia tidak termasuk umatku." (HR. Bukhari dan Muslim)

Pernikahan adalah ikatan yang sakral, untuk itu tak bisa sembarang melangsungkannya. Para ulama bahkan menetapkan sejumlah hukum atas pelaksanaan pernikahan yang didasari dari situasi serta kondisi seseorang, dengan tujuan agar bisa menggapai hubungan yang baik serta harmonis. Lalu apa hukum pernikahan dalam Islam?

Ahmad Sarwat dalam Ensiklopedi Fikih Indonesia: Pernikahan mengemukakan pada dasarnya pernikahan adalah ciri manusia sejak pertama kali diciptakan. Sebagaimana Allah SWT menciptakan Nabi Adam AS, lalu dijadikan pula Hawa oleh-Nya. Kemudian keduanya terikat dalam pernikahan dan hingga sekarang seluruh umat manusia adalah keturunan mereka.

Syariat pula menganjurkan kaum muslim untuk menikah. Terlebih menikah merupakan bagian dari sunnah para rasul, dan Nabi SAW pernah bersabda:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِي فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي

Artinya: "Menikah itu bagian dari sunnah ku, maka siapa yang tidak beramal dengan sunnah ku, maka bukanlah dari golonganku." (HR Ibnu Majah)

Allah melalui kalam-Nya turut menyatakan bahwa pernikahan adalah bagian dari kebesaran-Nya, dalam Surat Ar-Rum ayat 21:

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Arab Latin: Wa min āyātihī an khalaqa lakum min anfusikum azwājal litaskunū ilaihā wa ja'ala bainakum mawaddataw wa raḥmah, inna fī żālika la`āyātil liqaumiy yatafakkarụn

Artinya: Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.

Dalil yang memerintahkan suami berbuat baik kepada istri

Selain memiliki fungsi untuk menemani istri menanggung bebannya, suami juga dianjurkan untuk bersikap baik kepada istri. Hal ini sudah dijelaskan dalam banyak dalil, di antaranya:

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap istriku” (HR. At-Tirmidzi)

Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya. Maka perempuan-perempuan yang shalih adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suami-nya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz[1] , hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.  - (QS. An-Nisaa’: 34)

“Barang siapa menggembirakan hati istrinya, maka seakan-akan ia menangis takut kepada Allah. Barang siapa menangis karena takut kepada Allah, maka Allah mengharamkan tubuhnya masuk neraka. Sesungguhnya ketika suami istri saling memperhatikan, maka Allah akan memperhatikan mereka berdua dengan penuh rahmat. Saat suami memegang telapak tangan istri, maka bergugurlah dosa-dosa suami istri itu lewat sela-sela jari mereka.” (Diriwayatkan dari Maisarah bin Ali)

Orang-orang yang menyakiti mu’min laki-laki dan mu’min perempuan tanpa perbuatan yang mereka lakukan, Maka sesungguhnya mereka telah menanggung kebohongan dan dosa yang nyata. - (QS. Al-Ahzab:84)

Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. - (QS. Ali Imran:159)

Itulah penjelasan mengenai hukum suami menghina istri dalam agama Islam. Semoga bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua, terutama kamu yang sedang menjalani kehidupan rumah tangga atau mungkin sedang menuju ke arah sana.

Suami memiliki fungsi sebagai qowwam

Dalam suatu kajian ceramah, ustadzah Umi Makki juga mencoba menjelaskan perihal pertanyaan bagaimana hukum suami yang menghina istrinya.

Ia menyebut bahwa salah satu fungsi suami itu adalah “Ar-rijālu qawwāmụna 'alan-nisā” seperti penggalan surat An-nisa ayat 34 yang artinya, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan...”

Namun, artinya di sini bukan hanya laki-laki lebih kuat atau lebih berkuasa, melainkan salah satu fungsi dari laki-laki adalah untuk menanggung semua beban yang ada pada pundak istri.

"Ketika melihat istrinya merasa tertekan jadilah penenang hati penyejuk jiwa. Ketika melihat istrinya tidak percaya diri, angkatlah derajatnya,” jelas ustadzah Umi Makki.

Ia juga menyebut bahwa ketika laki-laki sudah menghina istrinya, maka ia sudah menghilangkan fungsi dirinya sendiri sebagai laki-laki.

Syarat Sah Pernikahan

Setelah memahami apa saja hukum pernikahan dalam Islam, Anda juga perlu mengetahui syarat sahnya agar dapat diakui di mata agama. Berikut beberapa syarat pernikahan:

Baca juga: Pentingnya Perjanjian Pra Nikah Untuk Masa Depan Indah

Memenuhi syarat-syarat di atas sangat penting, karena menyangkut keabsahan suatu pernikahan di mata agama maupun di mata negara. Pernikahan yang tidak memenuhi syarat di atas dianggap tidak sah.

Dalam Islam, pernikahan memiliki beberapa hikmah atau manfaat yang dapat dirasakan oleh pasangan suami istri. Berikut hikmah pernikahan yang perlu Anda ketahui:

Melangsungkan pernikahan dapat menjaga diri dari perbuatan zina, karena pernikahan merupakan jalan yang halal untuk memenuhi kebutuhan biologis. Apalagi perbuatan zina termasuk salah satu dosa yang dilarang dalam agama.

Pernikahan merupakan salah satu ibadah yang dapat menyempurnakan separuh agama. Hal ini didukung oleh hadits Rasulullah yang berbunyi:

“Apabila seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi).

Tujuan utama pernikahan dalam Islam adalah untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.

Pernikahan yang dibangun atas dasar cinta dan kasih sayang akan menciptakan keluarga yang tentram dan damai (sakinnah), penuh kasih sayang (mawaddah), dan penuh belas kasih (warahmah).

Pernikahan merupakan perintah Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya dan sunnah dari Rasulullah SAW. Oleh karena itu, pernikahan menjadi ibadah yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan bagi orang yang memenuhi syarat.

Dengan memahami hukum pernikahan dalam Islam, tentunya diharapkan Anda akan mendapatkan keberkahan dan kebahagiaan dalam rumah tangga.